Thursday, May 26, 2011

Kurangilah Risiko Kegagalan


Kegagalan petambak sering di sebabkan karena petambak tidak menerapkan pola budi daya udang windu secara benar. Kondisi dan kemampuan lahan harus di perhitungkan secara cermat, selain itu pengenalan lingkungan muntlak di ketahui secara pasti dan hal ini di gunakan sebagai tumpuan bahan pertimbangan untuk mengurangai resiko kegagalan.
Di lapangan, petambak masih rancu dengan kemampuan dan daya dukung lahan untuk tambak intensif atau tambak superintensif dan akhirnya petambak asal tabor benur, tanpa pertimbangan lain. Keadaan itu semakin buruk, apabila  petambak hanya ikut-ikutan dan mandengar keberhasilan dari petambak lainya.
Akibatnya, kadang-kadang petambak berhasil atau lebih banyak kegagalanya. Untuk menjawab persoalan di atas petambak harus mengetahui perbedaan secara rinci tentang batasan pola intensif dan superintensif dan hal ini telah di sajikan pada minggu lalu.
Dalam pemeliharaan budidaya udang dapat berorientasi pada kualitas hasil produksi atau tonase hasil produksi. Kedua metode ini seyogyanya harus di sesuaikan dengan potensi dan kondisi lahan. Apakah sesuai dengan pola intensif atau pola superintensif. Kegagalan petambak seringkali di sebabkan pengetahuan-pengetahuan dasar yang di abaikan.


KUALITAS PRODUKSI
Pemeliharaan udang windu yang berorientasi kualitas hasil produksi bertumpu pada kualitas udang yang di hasilkan dengan berat 33,34-40 gram/ekor dengan lama pemeliharan 4 bulan.
Persentasi hasil produksi udang tersebut, dapat tercapai apabila petambak mengikuti pola budidaya udang yang di anjurkan pada artikel minggu lalu. Dalam hal ini petambak harus mengetahui daya tahan lahan dan fasilitas peralatan yang di miliki oleh tambak.
Misalnya, untuk pola tambak intensif disarankan agar pada tebar 30 ekor/m2 dengan kedalaman air 130-1150 cm yang di lengkapi kincir (paddle wheal) sebanyak 4 buah masing-masing 1 HP (horse power), dan 2 buah turbo air jet 2 HP untuk luas petak sebesar 1 hektare. Sedangkan posisi kincir harus di letakkan sedemikian rupa, sehingga tidak menimbulkan timbunan bahan organic di salah satu tempat yang akan yang akan menyebabkan daerah yang mati karena tumpukan tersebut akan mengalami proses pembusukkan dan menjadi daerah mati (death zone).
Bila pengaturan posisi kincir tidak pada tempat yang layak, maka daerah akan mati menjadi semakin besar, sehingga daerah hidup (survival zone) semakin sempit. Udang besar yang tentunya kebutuha oksigen yang terlarut (dissolved oxygen) juga semakin banyak dan pengadaan oksigen terlarut semakin terbatas karena adanya daerah mati yang meluas dan menghasilkan gas atau mineral yang dapat mengikat oksigen.
Sehingga kebutuhan akan oksigen semakin meningkat dan terjadilah proses kompetisi udang dan lainya.
Selain kebutuhan bidang gerak udang menjadi semakin besar selaras dengan laju pertumbuhan udang. Hal di atas sebagai ilustrasi bahwa dinamika air di dalam tambak sangat dinamis dan setiap saat dapat berubah-ubah. Untuk mengatasi hal itu di butuhkan kebutuhan kedalaman air yang memadai  karena semakin dalam air dan semakin luas kolam, maka kondisi air di dalam tambak akan semakin stabil.
Hal ini tidak terjadi prubahan parameter air secara mendadak. Karena perubahan parameter air yang selalu beubah-ubah setiap saat secara cepat, akan mengakibatkan udang harus beradaptasi terhadap linkungan secara terus-menerus dan akhirnya energi yang seharusnya di gunakan untuk tumbuh menjadi sampah hanya di gunakan untuk pertahanan tubuh.
Bila keadaan seperti ini barlangsung tarus denga waktu yang panjang, menyebabkan kondisi udang menjadi lemah dan mudah terinfeksi oleh virus, bakteri, protozoa atau parasit lainya yang pada hakikatnya sudah terdapat di dalam perairan tambak.
Pemeliharaan udang windu yang berorientasi pada tonase hasil produksi, sebenarnya berkiblat pada pola pemeliharaan superintensif. Dan, disinilah letak kegagalan yang sering terjadi karena dalam pola ini muntlak harus dimiliki oleh petambak.
  1. Resevoid/tandon air lebih dari 30% dari total lahan efektif. 
  2. Pintu air yang kuat dan bisa di gunakan pada saat panen. 
  3. Pompa air dank anal air yang memadahi sehingga air dapat meluncur secara garvitasi dan air dapat di ganti sesuai keinginan petambak. 
  4. Kedalaman air 150-200 cm. 
  5. Padat tebar benur 50-80 ekor/m2. 
  6. Tata letak, jumlah, dan tipe kincir muntlak harus di perhatikan. Tata letak kincir harus tepat posisinya dan posisi perubahanya. Jumlah kincir 4 buah masing-masing 1 HP dan 4 buah turbo air jet masing-masing 2 HP. Kincir muntlak di butuhkan untuk mencegah terbentuknya death zone dan pelapisan air (water stratification). 
  7. Teknologi dan manajemen budi daya udang bener-bener harus sempurna, sebab kesalahan sedikit akan berakibat fatal. 
  8. Harus menguasai teknologi panen berulang partial harvest.

PARTIAL HARVEST
Teknologi partial harvest merupakan teknologi yang masih baru dan belum banyak di kerjakan. Sedangkan syarat utama untuk dapat menggunakan teknologi partial harvest adalah semua prasyarat yang ada dalam pola pemeliharaan superintensif harus di miliki petambak.
Kalau satu aja tidak di miliki petambak, maka jegagalan dapat terjadi. Sedangkan tujuan dalam teknologi partial harvest adalah meningkatkan produktivitas dalam lahan tampa mengorbankan pengaruh daya tahan dukung lahan yang makin menua karena kesalahan teknologi budidaya udang.
Selain itu, produktivitas lahan semakin efektif apabila di bandingkan dengan satuan waktu. Adapun prisip panen berulang adalah pola pemeliharaan 3 bulan pertama sebagai pola superintensif, dengan system pergantian air tiap hari pada bulan pertama 10%, pada bulan kedua 20%, bulan ketiga 30%. Selanjutnya, udang di panen dengan cara membuka pintu air untuk panen dengan sistim kondom berajaring, sehingga udang terjaring di dalam jala.
Pada panen pertama ini kedalaman air yang tersisa tidak boleh kurang dari 80cm. apabila di bawah 80cm, udang akan mengalami stress berat. Panen harus di lakukan pagi hari dengan cuaca yang cerah. Panen harus sudah selesai sebelum jam 11.00 dan air harus segera diisi kembali.
Pada saat panen, dasar tambak yang kotor tidak boleh di aduk sehingga gas beracun naik. Selanjutnya di lakukan pola pemeliharaan semiintensif dengan kepadatan udnag 15 ekor/m2 sampai umur 5 bulan dan udang dapat panen sekitar 5-7ton. Sehingga total produktivitas dapat mencapai 10-12 ton/hectare dan resiko semakin kecil.     

0 comments:

Post a Comment

 
Powered by Blogger